Sabtu, 04 Agustus 2012

Di mana Allah ?


Padang Pasir membentang luas. Matahari bersinar menyala seolah hendak membakar ubun-ubun kepala. Di sebuah jalan yang membelah padang pasir, tampak seseorang berjubah putih sedang berjalan kelelahan. Orang itu tak lain adalah Abdullah bin Umar ra, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, yang terkenal kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana). Dia sedang berjalan keluar dari Madinah menuju Makka untuk beribadah di Baitullah.

Berkali-kali Abdullah bin Umar ra menghentikan langkahnya sesaat, untuk meminum seteguk air perbekalannya. Namun sayang, kantong airnya telah kering kerontang. Dia benar-benar kehausan. Dia melihat ke sekelilingnya, siapa tahu ada orang Badui atau pengembala yang biasa memberinya seteguk air penawar dahaya. Namun, sejauh mata memandang, yang dia temukan hanyalah warna kecoklatan samudera pasir.

Dia tetap bersabar dan terus berjalan, sampai akhirnya matanya menangkap beberapa titik-titik hitam dan putih di kejauhan sana; di balik bukit pasir. Hatinya merasa lega, berkali-kali dia mengucapkan syukur alhamdulillah. Dia yakin, titik hitam dan putih itu adalah manusia. Abullah terus melangkahkan kaki untuk mendekati titik hitam dan putih itu. Ketika sudah dekat, perkiraannya tidak meleset. Titik-titik hitam dan putih itu adalah seorag pengembala dan kambing-kambingnya.
Ketika Abdullah bin Umar ra sudah berada tak jauh dari pengembala itu, tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menguji pengembala itu. Dia ingin tahu, apakah ajaran Islam telah sampai ke tengah padang pasir yang terpencil jauh itu? Dia juga ingin tahu, apakah pengembala itu telah menerima ajaran suci yang dibawa Nabi Muhammad saw?

Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu, “Hai Bocah, aku ingin membeli seekor kambing yang kau gembalakan ini. Bekalku sudah habis.”
“Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang bertugas mengembalakan kambing-kambing ini. Aku tidak bisa menjualnnya. Ia bukan milikku tapi milik majikanku. Aku tidak diberi wewenang untuk menjualnya,” jawab pengembala kambing itu.

“Ah, itu masalah yang mudah. Begini, kau jual seekor saja kambing gembalamu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu sangat sulit bagi pemiliknya untuk menghitung jumlahnya. Atau, kalau pun dia tahu ada seekor kambingnya tidak ada, bilang saja telah dimangsa serigala padang pasir. Mudah sekali, bukan? Kau pun bisa membawa uangnya,” bujuk Abdullah bin Umar ra dengan wajah yang tampak serius.
“Lalu, di mana Allah? Pemilik kambing ini memang tidak akan tahu dan bisa dibohongi, tetapi ada Dzat yang Mahatahu, yang pasti melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah tidak ada?” jawab pengembala itu mantap.

Sungguh, jawaban itu membuat Abdullah bin Umar tersentak kaget. “Aku tidak diberi kuasa oleh pemilik kambing ini untuk menjualnya. Aku hanya diperbolehkan mengembalakannya dan meminum air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan,” sambung pengembala itu.
Dia berkata begitu sambil berjongkok, memerah susu seekor kambing ke dalam sebuah mangkuk. Begitu penuh berisi susu, dia memberikannya pada Abdullah bin Umar.
“Minumlah Tuan, kulihat Anda kehausan. Jika masih kurang, bisa tambah. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu halal sebab pemiliknya menyuruh aku untuk memberi minum musafir yang membutuhkan,” kata pengembala itu dengan tutur kata yang halus dan ramah.
Abdullah bin Umar menerima mangkuk berisi susu itu dengan hati terharu. Dia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, dia mohon diri.

Di jalan, dia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata-kata pengembala itu, “Di mana Allah? Apakah kau kira Allah tidak ada?”
Abdullah bin Umar menangis mengingat bahwa seorang pengembal kambing di tengah padang pasir uang pakainnya kumal, ternyata memiliki rasa takwa begitu dalam. Dia memiliki kejujuran yang tinggi. Hatinya menyinarkan keimanan. Akhlaknya sungguh mulia. Ajaran Rasulullah saw telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar terus melangkahkan kaki sambil bercucuran air mata.
Lalu, Abdullah bin Umar mencari kampung terdekat dan menanyakan, siapakah tuan dari sang pengembala kambing itu?

Begitu berjumpa, Abdullah bin Umar langsung membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.
Seorang manusia yang jujur dan memiliki rasa ketakwaan kepada Allah yang begitu tinggi tidaklah sepatutnya menjadi hamba sahaya manusia. Dia hanya pantas menjadi hamba Allah SWT.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Deskripsi Blog Anda

Artikel Di mana Allah ? ini diposting oleh Unknown pada hari Sabtu, 04 Agustus 2012. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

0 komentar:

 

Copyright © ISLAM CENTER Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger